Sabtu, 03 Oktober 2015

Warga Tayan Hilir Gunakan Drone untuk Selamatkan Wilayahnya dari Industri Tambang, Perkebunan Sawit, dan Karet

Drone yang diterbangkan untuk memotret wilayah di tiga desa, Desa Subah, Desa Sejotang, dan Desa Pedalaman, Kec. Tayan Hilir, Kalimantan Barat. Foto udara yang ditangkap drone kemudian dijahit menjadi peta spasial. Peta spasial ini kemudian dioverlay dengan peta wilayah dari pemerintah daerah, kemudian diketahuilah kawasan yang mengalami tumpang tindih izin. Sumber Foto: Swandiri Institute dan PWYP Indonesia. 
Warga Kecamatan Tayan Hilir Kalimantan Barat menggunakan drone (wahana tanpa awak) untuk memetakan wilayah pemukiman warga dan fasilitas sosial yang mulai terkepung industri tambang, Hutan Tanaman Industri, dan perkebunan sawit. Pasalnya, total wilayah perizinan industri ekstraktif tersebut lebih besar dibandingkan dengan total luas kecamatan itu sendiri. Hermawansyah, Direktur Swandiri Institute menyampaikan data ini saat rapat dengar dengan anggota DPRD Kabupaten Sanggau, Selasa (26/5) lalu. Rapat dengar dilakukan untuk menyampaikan aspirasi warga terkait hak mereka yang selama ini terabaikan akibat adanya industri ekstraktif di Tayan Hilir.

“Total luas Kecamatan Tayan Hilir 119.502 Ha, 51%nya adalah konsesi tambang, 54%nya adalah konsesi sawit, dan 12%nya adalah HTI. Maka total luasan konsesi 140.013 Ha, melebihi luas Kecamatan itu sendiri,” papar Hermawansyah dalam rapat dengar tersebut.

 Dampak negatif dari terlalu banyak konsesi izin ini adalah mulai terpinggirkannya hak tenurial warga. Hak tenurial merupakan hak atas tanah maupun lahan pertanian maupun perkebunan yang ada dalam ataupun sekitar hutan. Arif Munandar, peneliti Swandiri Institute menjelaskan bagaimana dampak pertambangan, Hutan Tanaman Industri (HTI), dan sawit bagi warga di tiga desa di Kecamatan Tayan Hilir, yaitu Desa Subah, Desa Sejotang, dan Desa Pedalaman.

“Masih terdapat pemukiman, pertanian, dan perkebunan rakyat dalam kawasan hutan yang ditetapkan pemerintah sebagai hutan produksi, bahkan di Desa Subah tepatnya di Dusun Terentang tidak dapat membangun sekolah SMP dan SMA karena terkendala status kawasan hutan ini,” papar Arif. Terkait masuknya pemukiman dan fasilitas sosial ini, sebetulnya warga terlebih dahulu menempati wilayah tersebut, namun kemudian muncul penetapan status hutan produksi oleh pemerintah.

Arif menambahkan, adanya aktivitas ekstraktif ini telah mencemari linkungan di beberapa wilayah yang dilindungi warga. Wilayah tersebut yaitu bukit/gunung yang berfungsi sebagai daerah resapan air, dan sebagai situs pedagi yang disakralkan oleh warga setempat, seperti: Gunung Lait, Bukit Satok di Desa Subah, Gunung Sebayan, dan Bukit Beginjan di Desa Sejotang. Juga wilayah danau yang dilindungi warga, yaitu Danau Lait, Danau Terentang di Desa Subah, Danau Semenduk di Desa Sejotang, dan Danau Bekat di Desa Pedalaman.

“Dampak dari aktivitas perusahaan sawit dan karet di sekitar Danau Bekat mengakibatkan pencemaran, sehingga tangkapan ikan menurun. Selain itu, aktivitas tambang bauksit PT. SMA menyebabkan air sungai yang mengalir ke Danau Bekat menjadi berwarna kuning, karena tercemar oleh air bekas cucian bauksit. Dampak pencemaran lingkungan yang lebih ekstrem terdapat di Danau Semenduk. Danau yang dulunya menjadi sumber air dan tempat nelayan mencari ikan, saat ini mengalami pendangkalan bahkan menjadi kering akibat limbah dari aktivitas tambang bauksit PT. Mahkota Karya Utama.” Ujar Arif. Menanggapi hal ini, warga Desa Sejotang akan menuntut perusahaan dan mendorong pencabutan izin pertambangan perusahaan tersebut.

Warga desa didampingi Swandiri Institute, Organisasi Masyarakat Sipil yang bergerak di bidang tata kelola industri ekstraktif di Kalimantan Barat, melakukan pemetaan wilayah dengan menggunakan drone. Menurut Hermawansyah proses pemetaan partisipatif menjadi lebih cepat setelah menggunakan bantuan drone. “Proses pemetaan menggunakan sistem GPS untuk menandai batas wilayah, mulai dari desa hingga hutan adat. Batas ini lah yang menjadi rute terbang drone, dan drone mengambil potret dari ketinggian tertentu,” ujarnya.

Dalam rapat dengar tersebut Hermawansyah menunjukkan peta sementara yang sudah dihasilkan. Peta ini menjadi informasi dasar yang menjadi pegangan warga dalam memperjuangkan wilayah kelola mereka. “Masyarakat mengusulkan ditetapkannya hutan adat sebagai upaya penyelamatan wilayah kelola masyarakat di Desa Subah, Desa Sejotang, dan Desa Pedalaman dengan ditetapkannya Peraturan Daerah (Perda) tentang pengakuan/perlindungan masyarakat hukum adat. Sambil menunggu penetapan Perda, pemerintah Kabupaten (Bupati) dapat mengeluarkan keputusan tentang penetapan hutan adat,” pungkas Hermawan.

PS: tulisan ini saya buat untuk tugas penulisan menulis Kelas Aksara Institute

Rabu, 22 Juli 2015

Menambang Emas Menambang Harap, Tambang Rakyat di Sumbawa Barat

Limbah pengolahan tanah yang mengandung emas, Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat (dok.pri)
Namanya "Mat Beken", panggilan populer untuk sesosok laki-laki berusia sekitar 40an. Saat saya berkesempatan bertandang ke rumahnya di Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), NTB, Pak Mat dengan ramah menyambut kehadiran kami. Saat itu hari Senin, dan siang sudah beranjak sore. Pak Mat kebetulan sedang berada di rumahnya, biasanya dia bekerja di Bukit Ngampar sebagai penambang tradisional. Saya dengan seorang kawan asal KSB berkesempatan ngobrol-ngobrol ringan dengan salah seorang warga yang sukses dari menambang tradisional. 

Sabtu, 09 Mei 2015

Coming Back!

Ilustrasi (female.kompas.com)

I coming back!

Setelah sekian lama malang melintang di dunia persilatan, eh..sibuk dengan urusan adaptasi dengan kerjaan baru dan kalau boleh jujur agak kesulitan move on dari Makassar, saya mau fokus lagi mengisi blog yang sudah lama kosong ini. Sayang banget kan, sudah beli hosting sama domain, kok malah kosong!

Jadi, dalam beberapa tulisan ke depan, saya mau nyicil nulis pengalaman-pengalaman yang belum sempat saya share.. baik itu sewaktu masih tinggal di Makassar, maupun pengalaman menarik sewaktu saya bertemu dengan pelaku tambang tradisional di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB). Siapa tau.. siapa tau nih, ada hal positif yang bisa diambil toh? Jadi.. kalau nanti saya mati kan, seengganya masih ada yang tersisa J


Okay, happy to read! 

Jangan lupa tinggalkan jejak yah, biar bis di track back :)

Rabu, 01 April 2015

Meracau Soal Cantik

Ilustrasi: www.stylemotivation.com

Situasi penuh canda, tiba-tiba berubah menjadi lebih serius. Pasalnya, satu teman kami seperti press conference menjelaskan tentang semua unek-uneknya gara-gara pertanyaan “Kok sekarang jerawatan?” saat bertemu lagi setelah lumayan lama ga ketemu. Atau statement lain yang mungkin buat tidak enak seperti “ih kok kamu kecil banget”, “tulangnya kecil sekali”, dan mungkin saya juga pernah berujar tak sengaja “ih kamu kecil banget” sedangkan gue yang sintal ini susah sekali menjadi langsing K Sebetulnya dalam kalimat “ih kamu kecil banget” itu pesan sebetulnya adalah, beruntungnya dirimu mau makan sebanyak apapun, tapi ga ngaruh ke berat badan.

Minggu, 29 Maret 2015

Bagaimanakah Menjaga Perasaan Anak?

Ilustrasi, sumber: http://indoblog.blogdetik.com/
Sebagaimana orang dewasa, anak-anak juga memiliki perasaan. Bahkan emosi anak berbeda-beda sesuai dengan perkembangan usianya.  Lalu, bagaimanakah menjaga perasaan anak?

Menjaga perasaan anak dimulai sejak dini, bahkan ketika si anak masih dalam kandungan. Oleh karenanya, perlu untuk menjaga kondisi emosi Ibu saat hamil, agar Ibu tidak mengalami stress, yang akhirnya berpengaruh terhadap janin. Menjaga emosi seperti halnya menghindari hal-hal negatif seperti kata-kata, kejadian, intervensi negatif dari lingkungan, sehingga emosi Ibu hamil lebih stabil.

Selasa, 03 Maret 2015

Buku Sipadecengi, Oleh-oleh dari Sulsel

Makassar, November 2014 until February 2015.

Launching Buku Sipadecengi, Makassar 26 Feb 2015. Kiri ke Kanan: Pak Syahrul (Manager BUM Desa Sipurennu), Pak Rusman (Perwakilan Kelompok Usaha Pengupasan Kepiting Ujung Parappa), Harlina (Bendahara BUM Desa Sipurennu), dan Ibu Caroline dari BAKTI (Bursa Pengetahuan Kawasan Indonesia Timur). 

November saya mulai menginjakkan kaki di bumi Sulawesi Selatan, tepatnya di kota pesisir Makassar. Panas matahari berikut udara berdebu menyambut kedatangan saya. Saat itu kemarau masih menerjang, hingga tambak-tambak yang saya temui kering kerontang. Jangankan air untuk tambak, di pesisir Kabupaten Pangkep yang saat itu saya datangi, kesulitan air untuk kebutuhan MCK, masak, dan minum. Namun kemarau tidak hanya menyisakan kering, di sore hari ia menyisakan pemandangan langit yang luar biasa indah. Semburat kuning keemasan dari matahari terbenam, yang seringkali mengingatkanku akan sanak saudara di kampung halaman. Juga berujar, sedang apa Mamak di kampung yang satu jam lebih lambat menjelang sore.

Saya dianugerahi pekerjaan yang luar biasa patut disyukuri. Menulis dan jalan-jalan. Jalan-jalan dalam arti harfiah, dimana saya berpindah dari daerah pesisir satu ke pesisir lainnya. Daerah itu bernama Pangkep, Barru, Maros, dan Takalar. Bahkan berkesempatan mengunjungi sebuah pulau yang terpisah dari daratan Sulsel, bernama Pulau Tanakeke. Di salah satu dusun di Pulau Tanakeke, yaitu dusun Tompotana, listrik hanya ada dari jam 7 hingga 10 malam.  Sepulang dari Pulau kami bertemu badai, langit dari arah Selatan menunjukkan awan hitam bergulung-gulung. Sembari pasrah jika itu ternyata perjalanan saya yang terakhir.

Atau perjalanan syahdu lainnya. Menuju sebuah dusun di Kabupaten Maros, Desa Nisombalia. Dusun terpencil, dimana motor yang kami naiki harus melewati jalanan berbatu membelah hamparan kawasan bekas tambak. Jangan bayangkan ada banyak rumah penduduk, tak satupun rumah penduduk kami temui. Hanya tambak-tambak yang mulai digenangi air saat musim penghujan mulai datang. Kami sampai di Dusun Kuri Caddi saat senja mulai tiba, dan pulang saat malam sudah menjelang. Menyaksikan bagaimana ombak menempas batu-batu nisan pekuburan warga dan menggenangi jalan yang kami lewati. Banjir! Tambak yang banjir saat air laut naik.

Pekerjaan ini membawa saya mengenal orang-orang desa yang menyenangkan. Hidup dengan cara sederhana, kemudian bahagia. Dan selalu mengingatkan bagaimana hidup saya sedari kecil hingga remaja saat di kampung halaman.

Sampai 26 Februari 2015 kemarin, buku berjudul “Sipadecengi” diluncurkan. “Sipadecengi” dalam Bahasa Bugis yang berarti saling membangun saling memperbaiki. Buku ini berisi tentang best practice dari program Restoring Coastal Livelihood (lihat: www.rcl.or.id). Program perbaikan penghidupan pesisir yang diinisiasi oleh Oxfam dan didanai oleh Canadian International Development Agency (CIDA) yang fokus di 4 Kabupaten pesisir di Sulsel. Sampai saat ini RCL sudah 5 tahun mendampingi warga, mendorong mereka agar ekonominya meningkat dengan memberdayakan potensi pesisir.

Walaupun saya tak hadir dalam peluncuran buku tersebut (karena sudah pulang ke Jawa), semoga buku ini bisa bermanfaat bagi warga (4 Kabupaten: Pangkep, Barru, Maros, dan Takalar), pemerintah, dan aktivis NGO. 

Ini dia penampakan bukunya :)

Kamis, 01 Januari 2015

Dari Purwokerto ke Tanah Para Daeng

Hamparan mangrove di Pulau Tanakeke, saya bersyukur sekali bisa melihatnya langsung.

Januari tahun lalu saya masih berkutat dengan kerjaan magang saya, membaca [dalam arti harfiah] berita online dan berita di media cetak. Magang di sebuah lembaga riset yang ternyata sudah hampir satu tahun saya di sana (terhitung Februari 2013), dan setelah menimbang beberapa hal, terutama skripsi saya yang tidak kunjung selesai, saya memutuskan resign sejak Februari 2014. Januari 2014 saya masih ingat, saya bersama kawan saya Septi Diah Prameswari dan Neni Nuraeni sumringah saat akhirnya seluruh pekerjaan yang kami lakukan sepanjang tahun akhirnya dirilis juga. :)

Kamis, 30 Oktober 2014

Asyiknya Belajar tentang Gratifikasi Lewat Aplikasi GRATis

14126622971111764829
Taman Gratifikasi (Screenshoot App GRATis, sumber: dokpri)

Korupsi itu jahat! Sangat! Jahat!
Harus dihukum berat, dihukum rakyat!
Dihukum berat, dihukum rakyat!
Jebloskan ke penjara, biar tau rasa!
Korupsi itu jahat! Sangat! Jahat!
Bikin rakyat melarat, bangsa sekarat!
Rakyat melarat, bangsa sekarat!
Korupsi memang jahat! Dihukum rakyat!

Optimistis Melihat Produk Lokal dari Mandiri Pasar Indonesia

14139808012126795352
Mandiri Pasar Indonesia 2014
Siang ini tak seperti biasanya. Sebelum ke kantor saya sempatkan berkunjung ke acara “Mandiri Pasar Indonesia dan Bazaar Fashion Festival 2014″ yang berlangsung di Senayan JCC. Setiap hari Transjakarta yang saya naiki memang melewati area ini.

About Me


Asri Nuraeni Alfarabyan, dipanggil Asri atau Achi. Lahir dan besar di sebuah kota kecil di Jawa Barat bagian Selatan, yaitu Kab. Ciamis. Pernah singgah di Bandung, hanya satu tahun kuliah di jurusan pendidikan Fisika, kemudian pindah ke Jakarta, mengambil Ilmu Komunikasi di Paramadina. Lulus Agustus 2014, saat ini sedang merantau di Makassar sebagai konsultan penulis di Oxfam Kantor Indonesia Timur.

Menulis bagi saya pribadi adalah healing supaya isi kepala bisa dikeluarkan secara tertata. Juga agar hidup tidak berlalu begitu saja, ada makna yang bisa dihayati. Sedangkan membaca bagi saya adalah rekreasi, me time yang menyenangkan!

Sampai saat ini hidup bagi saya adalah sebuah pencarian dan perjalanan. Pencarian dari satu tujuan ke tujuan lain, dari satu keinginan ke keinginan yang lain. Terbersit keinginan kuliah lagi [lebih serius] di jurusan public policy, kemudian berpindah ke corruption studies. Saat kecil bercita-cita seperti enci-enci chinese yang sedang menghitung uang, saat kecil saya membayangkan punya bisnis besar sepertinya menyenangkan, dan keinginan ini masih awet sampai sekarang. Sesekali ingin menjadi travel writer, traveling dari satu tempat ke tempat lain, menjelajahi Indonesia. Terbersit keinginan merantau jauh sambil mengumpulkan pundi-pundi, kemudian beralih ke keinginan menetap di daerah. Ah, semuanya masih berjalan dari satu keinginan ke keinginan lain. Beranjak dari zona nyaman ke zona yang lebih nyaman tapi menantang :)

Golongan darah B, yang katanya pemalas (dan memang sepertinya betul). Virgo yang perfeksionist, pemilih, dan sebagainya (dan sepertinya memang betul).

Masih belajar gerakan anti korupsi dan masih belajar menerapkan integritas dalam keseharian (berat bro!) Bisa bawa motor tapi belum punya sim c :( *ini info tidak penting memang. hehehe

Salam kenal semuanya :)




Copyright © 2014 Jurnal Asri