Rabu, 01 April 2015

Meracau Soal Cantik

Ilustrasi: www.stylemotivation.com

Situasi penuh canda, tiba-tiba berubah menjadi lebih serius. Pasalnya, satu teman kami seperti press conference menjelaskan tentang semua unek-uneknya gara-gara pertanyaan “Kok sekarang jerawatan?” saat bertemu lagi setelah lumayan lama ga ketemu. Atau statement lain yang mungkin buat tidak enak seperti “ih kok kamu kecil banget”, “tulangnya kecil sekali”, dan mungkin saya juga pernah berujar tak sengaja “ih kamu kecil banget” sedangkan gue yang sintal ini susah sekali menjadi langsing K Sebetulnya dalam kalimat “ih kamu kecil banget” itu pesan sebetulnya adalah, beruntungnya dirimu mau makan sebanyak apapun, tapi ga ngaruh ke berat badan.


Si teman ini dalam press conferencenya menjelaskan, kalau dia tidak suka saat teman-temannya (kami) lebih dulu menilai bungkusan luar, sedangkan menurutnya isi itu lebih penting. Terus satu temen nyeletuk, “jadi menurutmu kamu pintar?” #Plak! Minta ditabok nih yang bilang gini, hehe.

Bukan cuma temen yang satu ini aja sebetulnya, saya, kamu, atau siapapun, kemungkinan besar sempat merasa tidak nyaman dengan salah satu bentuk atau anggota tubuhnya, misal idung gue kegedean (ini bener), atau badan gue terlalu gemuk, gue ga cukup tinggi, atau muka gue udah kayak kilang minyak, dan ketidaknyamanan lainnya yang semua itu berasal dari “pencerminan kita dengan standar cantik”. 

Standar cantik siapa? Standar cantik yang dibikin media lah. Standar cantik pun macam-macam, dan berubah seiring sezaman. Kalau misalnya gue hidup di zaman Mesir atau di kebudayaan manalah, yang menganggap perempuan ginuk itu cantik, ya beruntunglah gue masuk kategori cantik papan atas. J Sayangnya gue hidup di zaman yang cantik itu yang kurus tinggi langsing “kutilang”, yah.. jadi gue masuk di kategori so so..mungkin ya.


Sebelum gue meracau lebih jauh, sepertinya tulisan ini harus segera diakhiri. Perdebatan semalam tentang cantik ini, kemudian membawa gue pada sebuah ilham, bahwa cantik ini sebetulnya bisa jadi soft power buat perempuan. Saat soft power ini dimiliki perempuan, kemungkinan hidupnya akan lebih mudah. Kalau sebelumnya gue mikir perempuan dirugikan dengan “komodifikasi kecantikan”/standar cantik versi media dengan kepentingan ekonomi terselubung, gimana kalau perempua yang mulai merangkul soft power ini, buat kepentingannya sendiri. 

0 comments:

Posting Komentar

Senang jika anda mau meninggalkan jejak di postingan ini..:)

Copyright © 2014 Jurnal Asri