Rabu, 03 Oktober 2012

CRY, If You Need!


Sesekali, menangis itu mungkin perlu, bahkan dianjurkan. #mungkin.
Ini sebenernya hipotesis saya saja, setelah merethingking kembali beberapa pengalaman yang saya alami dan saya liat di sekitar saya. (Idih, bahasanya sok banget ya, hahaha).  
Ada yang pernah nonton film Love You You? Ya, itu film China (bukan koreaan) yang saya bisa akses di Celestial Movie (TV kabel yang bayarannya murah banget, apalagi ditanggung bareng2). Jadi, di film itu si tokoh perempuannya ditawari untuk mengunjungi sebuah pulau, dan setibanya di pulau itu, dia malah ditinggal sendirian. Semalaman si tokoh perempuannya menangis, saking ketakutan ditambah beberapa masalah yang belakangan menimpanya. Si tokoh laki-laki (pada awal cerita) memang terlihat kejam dan tak berperasaan. Tapi setelah pagi menjelang, laki-laki itu sudah ada di depan mata si perempuan, dan mengajaknya pulang. Di pulau itu, si laki-laki membuatkan orang-orangan dari tongkat yang dihelaikan syal si perempuan tadi, dan mengatakan “biarkan dirimu yang lama tertinggal di Pulau ini.” Masa lalu si cewek ini memang menyedihkan.
Pernahkah menangis?

Saya pernah, tapi dalam waktu tertentu saja.
Saya pernah menangis parah ketika, secara tak sengaja air minum saya tumpah di tas, dan membasahi notebook teman saya. Yang ujung-ujungnya notebooknya tak mau hidup, karena rusak. Saya menangis karena saking greget dengan perbuatan kecil saya yang tidak disengaja, dan berefek besar. #membayarnya dengan uang bulanan saya. (Faktanya sih tetep minjem sama ortu, haha).
Kedua, saya pernah menangis ketika suatu malam dimana malam itu adalah deadline terakhir saya merekap sebuah penilaian aplikasi peserta. Semua aplikasi ada 1600an, dan in the night i really need a help, tapi bingung mau minta tolong siapa. Akhirnya, saya mengerjakan semuanya sambil menangis, sambil mikir “hidup nggak gini-gini amat.” Haha.
Dan pernah nangis juga karena saking kesalnya. Ini sih marah yang tidak terlampiaskan sepertinya, haha. #curcollagi.
Menangis itu, bisa jadi obat sih menurut saya. Walaupun bukan penyelesaian masalah. Kalau malu ketahuan sama orang lain, ya nangisnya ngumpet aja, di kamar mandi misalnya. Saya jadi ingat cerita kakak kelas saya yang kuliah di Mesir, kebetulan dia itu cowok. Pas kangen-kangennya sama Indonesia, katanya dia nangis, tapi di kamar mandi nangisnya, saking malunya kalau ketahuan.
Air mata itu tidak menunjukkan kelemahan, tapi ia menunjukkan bahwa manusia itu masih berperasaan. Buktinya, saya sering melihat mata Ayah saya berkaca-kaca ketika kami bermaaf-maafan saat lebaran. Atau mendengar cerita dari Mamah, kalau Bapak berkaca-kaca saat mendengar kabar saya terkena DBD dan masuk Rumah Sakit dua tahun yang lalu.
Ya, begitulah.


4 komentar:

  1. Menangis itu akan sexy kalo caranya elegan dan untuk sesuatu yang pantas ditangisi #SokTau :P

    BalasHapus
  2. haha, jadi penasaran yg layak ditangisi itu apa. jangan2, menangisi sad ending di drama korengan. :P
    hehe,
    eniwei; ini jadi ganti template blog.

    BalasHapus
  3. Iya, keliatan kok templatenya biar gak dibilangin :P

    Menangisi Sad ending drama Korengan? Saya gak sehina itu -__-" #Lemes

    BalasHapus
  4. Laporan secara verbal kali :P
    Hehehehe,

    BalasHapus

Senang jika anda mau meninggalkan jejak di postingan ini..:)

Copyright © 2014 Jurnal Asri