Tanjakan Cinta, dan Harapan para Pedamba
Baca artikel sebelumnya :
Pagi itu dingin sekali, dan itu membuat saya malas keluar dari tenda sebenarnya. Tapi, karena ingin melihat bagaimana matahari pagi di Ranu Kumbolo, saya beserta Indi dan Very pun keluar dari tenda (setelah shubuh terlebih dahulu) tentunya.
Eits, jangan berprasangka terlebih dahulu. Saya klarifikasi, nothing happens diantara kami bertiga selama satu tenda menginap. Mengingat tenda Indi, yang juga belum ketemu rimbanya dimana, maka kami bermalam di tenda yang cukup besar itu. :)
Dari sisi danau dimana kami berada, kami berjalan menuju sisi danau yang satunya lagi. Karena prediksi kami, di sisi tersebut bisa melihat matahari terbit lebih jelas.
Messy tend. |
Matahari yang ditunggu belum muncul juga. |
Sambil menunggu mentari muncul, kami pun melihat-lihat camp di sekitaran situ. Tujuannya adalah mencari Mas Rambo (sebut saja Rambo) yang hari sebelumnya berbaik hati membawakan ransel Indi (yang berisi tenda). Ketika berjalan, tak sengaja saya melewati sebuah tempat, entah apa yang berpagar. Baru kemudian saya tahu, bahwa itu adalah tugu in memoriam salah satu pendaki yang meninggal karena berenang di Ranu Kumbolo. Di peraturan yang tertera juga, melarang pendaki untuk berenang di Danau yang airnya dingin itu.
In Memoriam dengan Sesajen yang sudah rusak. Kepercayaan masyarakat setempat, sepertinya masih kental dengan Animisme -Dinamisme. |
Tapi entahlah ya, kan mati dan jodoh itu sudah diatur.
Tanjakan Cinta, mulai dipenuhi sang pendamba cinta (baca: jomblo). Atau mereka yang hendak ke Kalimati. |
Ketika saya bertanya, "kenapa Bapak jadi Porter?" si Bapak menjawab, dulunya itu beliau sering mencari kayu atau ranting pohon untuk kayu bakar, "daripada saya pulang/naik dengan tangan kosong..mending bawain barang orang supaya dapat duit.." Mereka tidak melewati rute biasa yang dilewati pendaki, mereka biasanya melalui jalan pintas yang kalau tidak salah melewati Ayak-ayak, durasinya bisa lebih singkat dari Ranu Kumbolo ke Ranu Pane saja, sekitar 2 jam. Sedangkan saya, membutuhkan waktu 4 jam sampai di Ranu Pane.
(Sosialita) Bapak-bapak porter sedang berkumpul di dekat api unggun yang sudah padam. |
Ini dia, tenda-tenda yang kami susuri untuk mencari Mas Rambo |
Tenda Geng Gembel, di area yang agak jauh dari kerumunan. |
Memasak untuk sarapan. Saya sih cukup bantu dengan doa.. :) |
Percakapan yang selalu berulang, adalah:
"Ini dimana?"
"Di gunung kan?"
"Nah..suka-suka dong.."
Di Sabtu sore yang lembap, setelah gerimis turun, dari arah tanjakan Cinta (menengok 90 derajat ke arah kiri dari foto dibawah), terjadi keributan. Awalnya, kami kira keributan antara peserta Jambore dengan panitia. Mas Arief, keluar dari tenda karena rasa ingin tahunya yang membuncah, dan saya ejek "kepo banget sih Mas.."
Entah siapa yang mencetuskan kalimat ini, yang pasti, akhirnya ditiru oleh hampir semua tim 'Geng Gembel.'
Yang pasti, saya serasa mendapat keluarga baru. Teman-teman yang baik, dan membuat saya (sebagai perempuan) merasa aman. Dan sebagai seorang individu, saya merasa nyaman mempunyai teman-teman di Geng Gembel ini.
Breakfast time! |
Kiri Kanan : Diki, Rizki, Arief Hakim, Ridwan, Indi Cevril, Saya. Posenya masih normal. |
Geng Gembel!! Arief H, Bang Ali, Diki, Rizki, Ridwan, Yudha (Vincent), Indi, Bang Selo, dan Very. |
Lama-lama, ada dua orang yang turun dari tanjakan cinta, menuju sebuah tenda di sisi Danau. Kemudian orang-orang mulai berkerumun. Saya pun keluar tenda, dengan kekepoan saya. *kemakan omongan sendiri nih, hihi. Ternyata, keributan itu disebabkan oleh seorang laki-laki sebut saja Mr. Right, yang hendak melamar Ms. Queen, yang entah itu ceweknya atau mantannya.
Kerumunan cukup lama, karena Ms. Queen awalnya tidak mau keluar dari tenda untuk menemui Mr. Right. Lamanya durasi juga disebabkan oleh Ms. Queen yang membutuhkan waktu yang cukup lama sebelum menjawab YA, yang membuat audiens gregetan. Ada yang teriak-teriak.."cepet dong mba....gantian nih..." ckckck... Kita harus maklum, mengingat jawaban yang diberikan Ms. Queen bukanlah jawaban sepele, yang akan berakibat pada kehidupannya, mungkin seluruh sisa hidupnya. Jadi keputusan yang diambil harus tepat, dan nggak boleh setengah-setengah. (haha, gue kok sotoy ya?)
Begitulah saudara-saudara, salah satu kisah romantisme di Ranu kumbolo, Semeru.
When Mr. Right ask her Queen to Marry with him. |
Tiba saatnya, hari Minggu, dimana kami Geng gembel membereskan tenda. Kemudian sarapan, setelah itu turun menuju Ranu Pane. Saya dan Indi menghabiskan waktu kurang lebih 4 jam perjalanan menuju Ranu Pane. Dan, mesin pertama yang saya temui setelah tiba di Ranu Pane adalah motor Vespa, entah edisi tahun berapa.
Heran, kok bisa ada vespa di jalan setapak menuju Semeru? *Ah, jaman sudah modern. |
"Land of Gemah Ripah Loh Jenawi" |
Peternak yang sedang menafkahi ternaknya. |
Sepulang dari Semeru, saya jadi berkeinginan untuk mendaki beberapa Gunung di Indonesia yang lain. Semoga bisa tercapai di tahun mendatang... :)
Semeru, mengingatkan saya pada kutipan Soe Hok Gie :
“Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari
hipokris dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara
sehat kalau ia mengenal objeknya, dan mencintai tanah air Indonesia dapat
ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat.”