Jumat, 21 September 2012

Feminisme, dan Tribute to Putri

Beberapa hari terakhir saya tidak melihat isu ini diberitakan di media-media besar khususnya TV. Entah saya yang memang tidak melihat, atau memang tidak dimuat. Ah, setiap media kan punya agenda setting-nya masing-masing, dan sepertinya semua media (mainstream) sedang ramai membahas pemilukada DKI Jakarta yang berlangsung (20/9/12) kemarin, yang dimenangkan oleh pasangan Jokowi-Ahok.

Topik ini, pertama kalinya saya ketahui ketika mengikuti kuliah Media, Jender, dan Identitas. Dosen saya Bu Eni Maryani dan Mas Lutfi, memperlihatkan video tribute to Putri. Putri adalah remaja usia 16 tahun yang nekad bunuh diri karena dituduh menjual diri dan ditangkap Polisi Syariah di Aceh. Kasus bunuh diri ini bermula dari petugas penangkapan (Wilayatul Hisbah), Langsa, Aceh ada (3/9/12). Setelah penangkapan tersebut petugas Dinas Syariat Langsa menjatuhkan tuduhan pada Putri, karena dinilai melanggar Perda Syariah yaitu menjual diri. Sumber : klik disini.


Sebelum mengakhiri hidupnya dengan gantung diri, Putri menuliskan sepucuk surat untuk Ayahnya dan Aris (adiknya). Disana Putri mengatakan, dia tidak melakukan hal-hal seperti yang dituduhkan. Dari salah satu sumber mengatakan, bahwa Putri dan temannya hanya menonton organ tunggal, dan tertinggal rombongan ketika pulang.

Sebenarnya, setiap daerah punya aturannya sendiri, setelah berlakunya otonomi daerah. Tetapi, mungkin seharusnya tuduhan yang diberikan benar-benar berdasar pada fakta yang ada. Juga harus dipertimbangkan bahwa tertuduh masih usia remaja, dimana mungkin psikologisnya masih labil. Dari kuliah Kajian Dampak Media, saya mendapat informasi bahwa berita penangkapan Putri dimuat disebuah Majalah, dengan headline yang menyudutkan Putri. Salah seorang warga langsa membaca artikel tersebut, yang membuat kebanyakan masyarakat menjadi tahu. Efeknya, Putri merasa benar-benar telah mempermalukan Ayahnya.

Yang menjadi perhatian saya kemudian, adalah Video Tribute to Putri yang dibuat oleh seorang aktivist Feminisme. Lihat Video dan Web nya disini. Yang saya tahu, aktivist feminisme itu ada beragam macamnya. Ada yang ekstremist, ada yang liberalis, dan entah yang lainnya saya tidak begitu tahu. Ekstremist benar-benar meniadakan peran lelaki dalam hidupnya. (itu yang saya tahu). Sedangkan yang liberalist, menuntut hak-hak perempuan agar dipenuhi. Karena dalam beberapa kasus gaji perempuan yang bekerja lebih sedikit dibandingkan dengan laki-laki. Anggapannya karena perempuan itu sudah ditanggung oleh suaminya, padahal tidak semua demikian. Bagaimana dengan single parent?

Gerakan feminisme itu sebenarnya perlu disesuaikan dengan nilai-nilai lokalitas. Gerakan feminist yang asalnya dari barat, tentunya tidak bisa diterapkan plek banget di Indonesia. Perlu usaha untuk menyesuaikan dengan nilai-nilai yang ada di tempat tersebut. Jika tidak disesuaikan dengan nilai-nilai yang ada di tempat itu, maka gerakan feminisme itu akan benar-benar ditolak oleh masyarakat, dan jadiya salah kaprah. Misalnya, apa contohnya? Coba simak link video di atas. Dari bagian awal hingga tengah, saya masih setuju dengan pesan-pesan yang disampaikan sebagai bentuk tribute untuk Putri. Sedangkan dari tengah ke akhir, saya menemukan sesuatu yang salah sepertinya. Ada kata-kata yang tidak pas disana. Saya malah kasihan sama Putrinya, kalau ujung-ujung pesannya seperti itu.

Beberapa kutipan dalam sajak Tribute to Putri












2 komentar:

  1. aci makin mantep aja nih bikin artikelnya,asah terus ci biar makin matang dalam hal menulis. siapa tau kamu jadi penulis terkenal suatu saat nanti

    BalasHapus
  2. Oke ka, makasih atas apresiaainya :)

    BalasHapus

Senang jika anda mau meninggalkan jejak di postingan ini..:)

Copyright © 2014 Jurnal Asri