Selasa, 26 Februari 2013

Pendakian Gunung Papandayan


Apa yang dicari digunung? Tentu jawabannya beragam, saya sendiri berawal dari ketertarikan dan rasa penasaran akan hobi baru ini. Pengalaman pertama naik gunung adalah saya main ke Ranu Kumbolo November 2012 kemarin, membuat saya ingin mencicipi kembali bagaimana rasanya mendaki. Kepergian saya dan 3 teman cewek saya, sebenarnya rencana dadakan. Tapi, walaupun mendadak tetap perlu persiapan.

Menuju Garut
Saya dan 3 teman yang ternyata perempuan semua : Shindy (HI 2009), Eci (HI 2009), dan Frisca (HI 2012), berangkat dari Jakarta menuju Terminal Guntur (di Garut) dengan menaiki Bus Primajasa. Bus ini saya rekomendasikan bagi anda yang ingin bepergian dari Jakarta menuju Garut, Bandung, dan Tasikmalaya. Kelebihan dari bus ini, selain harga terjangkau (Garut 35 ribu, Bandung 26 ribu, Tasik 40 ribu), suasana nyaman ber-ac, dan perjalanan yang aman (tidak ugal-ugalan). So far, sepengamatan saya, bus ini yang paling baik manajemennya (untuk tujuan wilayah priangan timur).


Perjalanan dari Jakarta-Garut, sekitar 4-6 jam. Kami sampai di terminal Guntur hari Minggu, jam 1 dinihari. Setelah makan malam yang cukup enak dengan harga terjangkau (10 ribuan), kami menuju Simpang Tiga Cisurupan dengan menaiki angkutan berwarna putih-biru. Tak usah khawatir, angkutan malam hari tetap beroperasi disana. Ongkos dari term. Guntur menuju Simpang Tiga berkisar 10 ribu (jika malam hari), dan 5 ribu (siang hari). Tapi, jangan heran jika mobil kecil ini mampu memuat 17 orang penumpang. Saya juga bingung, apa karena penumpang berukuran imut-imut, atau mobilnya yang elastis, hahaha.

Dari Simpang Tiga, kami mencari angkutan menuju Pos Pendakian Gn. Papandayan. Anda bisa memilih menaiki mobil pick up sayur, atau menaiki ojek. Harga menaiki pick up sayur sekitar 110 ribu-150 ribu. Tentu jika anda rombongan, harga yang dikenakan perorang akan lebih murah. Jika anda beruntung, dan pandai menawar, bisa jadi harga tiap orang bisa 5/10 ribu saja. Sedangkan menaiki ojek, harga berkisar 25 ribu. Durasi perjalanan sekitar 45-60 menit.. berhubung jalanan yang sudah rusak, jadi sebaiknya anda menikmati saja suasana perjalanan.

Jam 03.00 dinihari, kami sampai di Pos Pendakian Papandayan. Saat pertama kali melihat suasana disana, sempat down juga. Saat itu, angin sedang berhembus dengan kencang, ditambah suasana gelap dan hanya ada 1 warung yang lampunya menyala. Akhirnya, menunggu pagi, kami ikut beristirahat di dalam warung tersebut, dan alhamdulillah bisa sedikit menghangatkan diri.

Pagi tiba, kami bersiap untuk mendaki. Kalau tidak salah, kami memulai pendakian sekitar jam 07.00 (Minggu, 24/02/13) disambut dengan badai angin yang membuat hati saya porak-poranda. Hehehe..Awal perjalanan, track yang dilalui adalah kerikil dan bebatuan kapur berwarna putih, bekas letusan gunung berapi.

Jalur awal pendakian

Freeze the moment

Setelah cukup lama berjalan, kami mencium bau belerang. Ternyata, bau belerang keluar dari kawah-kawah yang masih menyemburkan asap. Sepertinya, nyelupin telor disana 1 menit saja sudah matang kali ya?! hehehehe..:D

Foto ini diambil di hari kedua (saat turun),
karena hari pertama terdapat kabut dan mendung. 

Foto diambil di hari pertama (saat naik). 
Setelah melewati daerah bebatuan kapur cukup lama, kemudian kita akan menemukan daerah yang banyak pepohonan. Karena saat itu mendung, dan berkabut, suasana terasa mencekam. Seperti tidak ada kehidupan disana, benar-benar sepi.

Walk in silenceness
Jejak yang ditinggakan pendaki disebuah lembah.
Batu yang disusun membentuk identitas  mereka. Hmmm...niat banget..
Kemudian, kita akan melewati sungai yang airnya jernih dan dingin seperti air es. Kemudian, treck yang dilewati adalah hutan, dan jalanan menanjak seperti layaknya gunung-gunung yang lain.

Jalan menuju Pondok Seladah
Sesampainya di Pondok Seladah sekitar jam 10.00, kami mendirikan tenda dan sarapan. Tak sengaja, ketika ada yang membantu beririnya tenda kami, saya bertemu dengan teman lama sewaktu SMA. Selepas makan, saya istirahat (tidur) sebentar hingga dzuhur. Setalah dzuhur, saya diajak teman SMA saya untuk naik ke Tegal Alun. Meningat teman-teman saya masih pulas tidur hingga jam 3 sore.
Berikut video saat kami mendirikan tenda di Pondok Seladah. 

Saya dan teman-teman dari teman SMA saya. 
Perjalanan menuju Tegal Alun, kami melewati hutan mati. Hutan dengan pohon tanpa ranting, dan tanah kapur.

Hutan Mati. Ikuti saja jalur pendakian yang terlihat (untuk menuju Tegal Alun).
Track dengan kemiringan lebih dari 45 derajat.
Dan, lelah pun terbayarkan saat kami melihat padang edelweise seluas mata memandang. Memang subhanallah banget pemandangan disini. Sebenarnya, dari sini sudah dekat untuk sampai ke Puncak, hanya saja saat itu hari sudah sore dan penuh dengan kabut, sehingga pandangan menjadi terbatas. Mungkin, teman-teman yang akan menuju puncak papandayan harus mempertimbangkan faktor kabut ini, karena khawatir malah akan tersesat.
Cukup merekam keindahannya saja. 
Sepanjang Mata memandang, edelweise.
Oke, baiklah. Narsis dikit. Haha.
Malam Terpanjang 
Sekitar jam 3 lebih, saya dan teman-teman turun kembali ke Pondok Seladah. Dan di Pondok Seladah, kami bermalam. Lucu atau entah sedih, 3 teman saya sudah bersiap dengan sleeping bag masing-masing untuk tidur, padahal saat itu masih jam setengah 6 sore. Setelah magribh, dan menunggu waktu isya, saya pun akhirnya tidur. Walaupun sebenarnya selama tidur sering terbangun saking dinginnya. Nanti-nanti, sebelum daki, harus tau dulu bagaimana cuaca di TKP. Dan malam itu, sedang terjadi badai angin, yang tentu  malah membuat suasana makin dingin. 

Jadi, bagi teman-teman yang hendak mendaki, survei terlebih dahulu suasana di tkp, jangan lupa membawa peralatan lengkap (sleeping bag, matras, jas hujan, kompor untuk memasak, dan tentu makanan yang cukup) serta alat navigasi. Yang penting bagi setiap individu adalah   kita harus bisa memastikan diri kita akan pulang dengan selamat, sehingga persiapan pun harus well prepared, tidak asal-asalan. Sehingga, tidak ada lagi cerita duka tentang pendaki-pendaki yang hilang.

Sekian sedikit sharing dari saya, semoga bermanfaat :)

















11 komentar:

  1. sama, dulu aku juga pernah kedinginan di Pondok Salada, rasanya benar-benar kaku semua... :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. HeHeHe, sesuatu ya..kedinginan di pegunungan itu. Malamnya kerasa panjang bangett...

      Hapus
    2. Bukan cuman kerasa panjang tapi waktunya kayak gak jalan :D #deep freeze

      Hapus
  2. teu nambut sapatu deui, *eh (nu gaduh http://hajiilan74.blogspot.com/)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Eh, aya Pak Ilan...Assalamualaikum Pak...:D

      Hapus
  3. Wih, Catatan Trip + Foto2nya bikin saya kangen gunung...

    Sesuai dugaan sebelumnya,.. benar2 ketagihan dgn yang namanya gunung pasca pendakian pertama :D oia, ketinggian gunung ini berapa sri?

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe, iya bang..:D

      ketinggian 2665 mdpl.

      Hapus
  4. Gn. Papandayan emang keren, edelweisny mantap... salam kenal dr bandung. :)

    BalasHapus
  5. Hello Camie Ayapoe..aku juga mau naik Papandayan Minggu Depan.,,

    BalasHapus

Senang jika anda mau meninggalkan jejak di postingan ini..:)

Copyright © 2014 Jurnal Asri