Sejauh Apapun itu, Gue Bakal tetep Sedekat Indonesia!
#MahasiswaMengabdi Part I
Program #MahasiswaMengabdi yang diadakan oleh Universitas
Paramadina menjadi hal yang sangat menarik bagi mahasiswa, khususnya saya. (Oke,
stop talking with ‘saya’). Jadi, biar
gue ceritain kenapa waktu itu tertarik nge-apply
program #MahasiswaMengabdi: gara-gara memang belum pernah ngerasain yang
namanya KKN (Kuliah Kerja Nyata). Katanya kan, tridarma perguruan tinggi itu
salah satunya pengabdian, kayaknya kurang greget aja kalau selama mahasiswa
nggak ngalamin yang namanya mengabdi. Jadi, dengan pedenya gue nge-apply, ngasihin cv dan form pendaftaran
ke Mas Wawan di bagian MRPKM (kalau nggak salah singkatannya kayak gitu).
Singkat
cerita, setelah ngasihin berkas gue dapat telpon dari Bu Sari, yang mengabarkan
bahwa gue masuk seleksi tahap selanjutnya. Mungkin karena saking pengennya
lolos program ini, sampai nggak bisa tidur dan terus kebayang-bayang. Lebay ya?
Emang, hahaha. Dan pas wawancara, ada soal yang susah banget dan nggak bisa gue
jawab. Pak Totok Amien sebagai Purek bidang Akademik nanya, Asri tau visi misi
Paramadina? Eng ing eng...tiba-tiba
gue terdiam mematung. Lupa!
Yang namanya visi-misi kan udah saklek, masa iya gue speak-speak aja..yang jatohnya malah kayak ngisi esai soal ujian. Ini fakta yang memalukan, kalau bahasanya Angga mah, ini fakta yang hina dina banget, bahwa gue mahasiswa semester 6, tapi lupa visi-misi kampusnya. Mahasiswa biadab macam apa gue?? Dan saat itu mata gue tertuju ke pigura yang tergantung di dinding ruang Granada itu, disitu gue yakin ada tulisan visi-misi Paramadina, sayangnya mata gue udah rabun buat liat tulisan yg font-nya ±16 itu.
Yang namanya visi-misi kan udah saklek, masa iya gue speak-speak aja..yang jatohnya malah kayak ngisi esai soal ujian. Ini fakta yang memalukan, kalau bahasanya Angga mah, ini fakta yang hina dina banget, bahwa gue mahasiswa semester 6, tapi lupa visi-misi kampusnya. Mahasiswa biadab macam apa gue?? Dan saat itu mata gue tertuju ke pigura yang tergantung di dinding ruang Granada itu, disitu gue yakin ada tulisan visi-misi Paramadina, sayangnya mata gue udah rabun buat liat tulisan yg font-nya ±16 itu.
sumber: www.paramadina.ac.id |
Selang
beberapa hari, finally gue dapat
kabar baik, bahwa gue lolos seleksi Mamen (singkatan dari Mahasiswa Mengabdi).
Tapi, kabar baik itu sirna setelah gue tau gue ditempatin di Bogor. Padahal pas
wawancara, gue bilang “Saya belum pernah ke luar Jawa Pak..” dengan muka memelas,
biar gue ditempatin di Kalimantan ngarepnya. Waktu itu gue sempet nge-tweet, “Semangat mahasiswa mengabdi,
semangat Bogor!” padahal maksudnya adalah nyemangatin diri sendiri. Temen-temen
serumah yang liat wajah pasrah gue terlihat iba. Tapi, keajaiban datang,
tiba-tiba gue dipindahin ke Klaten. Yeay...Klaten! Seenggaknya, Klaten bukan
Bogor lah ya! Yaiyalah, logikanya dimana sih, K
Bogor ya Bogor, Klaten ya Klaten..Di Klaten, dengan program Tungku Sekam.
Tungku Sekam, Benda
Macam apa itu?
Jadi,
pertama kali masuk IPB Kampus Dramaga gue bahagia-bahagia-bingung gitu. Masuk
dari gerbang ketemu dengan gedung Andi Hakim Nasution, muter-muter nyari gedung
Fateta (Makanan apa itu?), dan ga ketemu sampe balik lagi nemu gedung Andi
Hakim Nasution. Akhirnya, ada Pak Satpam yang ngasih tau dimana lokasinya,
itupun Pak Satpam terlihat bingung. Ini gimana sih, satpamnya aja masih
nyasar-nyasar, gimana kitaa?
Konsolidasi pertama. Ada : Bang Radi, Rizki, Quro, Azmi, Irli. |
Setelah
ketemu Fateta, akhirnya dibagi perlokasi. Rombongan Klaten ngumpul di gedung
FKH (Fakultas Kedokteran Hewan). Disana sudah berkumpul banyak massa anak-anak
IPB di sebuah aula. Materi pertama adalah Komunikasi Efektif dan Public
Speaking. Pematerinya adalah dosen kece dari Paramadina—Pak Eka Wenats dan Bu
Suraya. Waktu itu, kita disuruh menghafal nama teman-teman sekelompok, ada Bang
Radi sama Mona, dan yang masih gue inget adalah ada mahasiswa yang ditantang
maju buat public speaking, namanya
Zakir. Yang asalnya dari Makassar. Yang ternyata gue bakal kenal lebih sama
dia, Zakir ini suka dicengin “Makassar tidak kasarr..wong Zakir ini orangnya lemah lembut kok.. :) Yang aneh adalah,
dari namanya, nama-nama saudaranya, dan dari mostly kata-kata yang keluar dari mulutnya banyak banget melibatkan
huruf “R”, gue malah jadi kasian sama dia..hehe
Jadi,
setiap weekend Sabtu-Minggu selama 3
minggu kita mahasiswa Paramadina main ke IPB untuk ikut pembekalan. Di
hari kedua, barulah mahasiswa dipecah ke dalam kelompok yang lebih kecil sesuai
dengan program masing-masing. Dan gue dapat program Tungku Sekam bareng
Nela—anak HI (Hubungan Internasional). “Tungku Sekam” awalnya sangat asing
ditelinga, spellingnya aja gue masih
salah-salah, beneran nggak kebayang macam apa itu benda. Barulah, setelah
ketemu Pak Irzaman yang kece badai itu, gue dapat sedikit pencerahan.
Suasana Lab Fisika. Sebagai dosen Pembimbing Bapak Irzaman. |
Jadi,
Pak Irzaman ini terkenal sebagai dosen IPB yang ahli dalam pemanfaatan limbah. Sekam
atau dalam bahasa Jawa disebut rambut –limbah dari hasil pemisahan biji padi
dengan kulitnya, masih bisa dimanfaatkan. Kadang sekam digunakan sebagai alas
di dalam kandang ayam sebagai media penghangat, atau di beberapa daerah sudah
digunakan sebagai bahan bakar pembuatan genteng dan batubata.
Demonstrasi Tungku Sekam, lokasi: Desa Ngabeyan, Klaten. |
Nah, tungku sekam ini menggunakan
sekam sebagai bahan bakar-nya tanpa memakai bahan bakar lain. Cuma sekam tok,
tapi syaratnya sekamnya harus kering, kalau nggak kering cuma bakal ngabisin
waktu kalian aja..Oya, saran dari gue, jangan sekali-kali kalian yang mau masak
mie instan atau telor ceplok satu doang dengan menggunakan tungku sekam.
Pasalnya, ngidupin kompor ini susah-susah-gampang, minimal 5 menitan lah paling
cepet buat ngidupin bara sekamnya.
Di hari
itu juga gue ketemu sama anak-anak IPB yang ditempatin di Klaten, yang
didominasi oleh anak-anak TMB (Teknik Mesin dan Biodiesel Biosistem).
TMB ini anak-anaknya emang rusuh, apalagi pas udah mulai getok-getok seng,
makin rusuh aja! Di hari itu juga, kita sekelas dibagi ke dalam 5 kelompok, dan
gue masuk di kelompok 5 bareng Carla (IE), Opik (TMB), Yusuf a.k.a Ucuy (TMB),
dan Budi (Fisika). Jayalah kelompok 5! *apasih, -__-
Dan
mulailah gue belajar tentang pembuatan tungku sekam selama 6 pertemuan itu.
Bolak-balik Jkt-Bogor lumayan bikin ringsek badan, sayangnya nggak bikin gue
langsing. Dari 3 minggu itu gue udah bisa beberapa banyak hal, listnya check this out:
1.
Gue udah bisa mengang palu dengan benar
2.
Gue bisa bikin lobang di seng dengan rapi dan
lumayan estetis
3.
Gue bisa masang baud dan mur
4.
Gue gunting seng udah kayak gunting kaen! J
5.
Gue bisa lipet seng, udah kayak lipet pastel,
hohoho. Nggak percaya?! Tanya temen gue sono!
Keren kan, buat gue anak ikom yang jarang banget
berinteraksi dengan alat-alat bengkel macam itu, hehe..| iya aja lah ya.. |
Gursa..Gursa..Coz..!!*
Jadi
teman-teman, kehadiran tungku sekam pas banget dengan kebijakan pemerintah akan
naiknya harga BBM. Target tungku sekam, sebenernya bukan buat Ibu-Ibu rumah
tangga yang sudah sangat dimanjakan dengan kemudahan kompor gas. Yang jadi
target adalah rumah tangga atau home
insustry yang masih menggunakan tungku kayu bakar, atau pengguna gas karena
ga ada pilihan lain atau karena belum menemukan alternatif lain. Daripada
nebangin pohon buat kayu bakar, mending datang ke penggilingan padi buat minta
sekam. Lebih irit kan?
Bikin Tungku Sekam
Gimanaaaa...?
Jangan sebut gue STS (Sarjana
Tungku Sekam) kalau gue nggak bisa bikin tungku sekam, (sebenernya bikinnya
barengan sama temen sekelompok sih..). As
information, tahap-tahap singkat membuat tungku sekam bisa dilihat disini.
3
minggu berlalu, pembekalan ditutup dengan masak-memasak makanan yang akan jadi lunch anak-anak tungku sekam. Sekalian
kroscek ulang apa tungkunya sudah waras apa belum. Lucunya, kerupuk yang kami
goreng jadi kerupuk rasa sekam, kangkung rasa sekam, tahu-tempe rasa sekam.
Untungnya nggak ada jus rasa sekam! Hihihi..ngeri.
Di final meeting itu, gue baru tau kalau
ternyata kelompok akan dipecah lagi. 5 kelompok sebelumnya dibaur, dan dibagi
lagi ke dalam 11 kelompok. Yang artinya, setiap kelompok terdiri dari 2 atau 3
orang aja. Dan siang itu juga, gue baru tau kalau gue sama Angga Weka (yang
kadang gue masih ketuker sama Azmy) ditempatin di Delanggu – Klaten. H-1
Sebelum berangkat, gue sempet demam bus
(demam sebelum naik bus) dan agak khawatir dengan tempat baru yang bakal
ditempati.
Tapi,
“sejauh apapun itu, gue bakal tetep sedekat Indonesia.”—Modifikasi dari quotes
Pak Anies Baswedan. Semangat #MahasiswaMengabdi, semngat IGTF! :)
*Gursa Gursa Coz: Lu
dengerin deh suara mesin. Nah gitu suaranya! Anw, itu yeal-yealnya anak TMB.
0 comments:
Posting Komentar
Senang jika anda mau meninggalkan jejak di postingan ini..:)