Apa yang Kita Beri?
Saya tetiba teringat dengan kutipan
tulisan seorang teman di blognya yang kurang lebih bunyinya seperti ini, "saya
memperlakukan orang sebaik apa saya ingin diperlakukan." Sebenarnya, saya
sendiri tidak mau menghakimi tentang prinsipnya itu, menjudge apakah itu benar
atau salah. Malah, itu wajar. Saya katakan ini Sangat
wajar. Tapi, apakah hubungan antar manusia itu se-transaksional seperti
itu? Kadang, kehidupan tidak bisa dijelaskan secara matematis seperti itu.
Jika apa yang kita berikan (baik itu
perlakuan, bersifat benda atau tak benda) adalah variabel x, dan apa yang orang
lain/lingkungan/alam/semesta berikan kepada itu variabel y. Setelah mengetahui
mana variabel x dan variabel y, yang hendak saya katakan sebagai alternatif
adalah bagaimana kalau kita hanya fokus saja pada variabel x? Kalau anda tidak
setuju, silahkan..tapi, tetap
lanjutkan membaca tulisan ini... :)
Fokus pada variabel x, berarti kita fokus
pada apa yang kita persembahkan, untuk orang-orng di sekitar kita, dan
lingkungan kita.
Misalnya seperti ini. Ada orang tua
dengan anak-anaknya yang mendapatkan beasiswa di Universitas.Tidak hanya S1,
bahkan sampai S2. Pasti sudah banyak contoh konkret semacam itu. Atau, begini
saja. Saya pakai contoh yang saya alami sendiri. Selama kuliah S1 Komunikasi,
orang tua saya tidak perlu mengeluarkan banyak biaya untuk menyekolahkan
anaknya di Universitas. Saya sendiri, melihat ini sebagai keberuntungan saya,
rizki yang tidak disangka-sangka, buah manis dari usaha dan doa-doa yang
terucap. Bisa saja, apa yang dialami oleh saya merupakan hasil kembali
dari kebaikan-kebaikan yang telah dilakukan oleh orang tua saya selama hidupnya.
Sebagaimana hukum kekelan energi:
"energi
itu tidak dapat dimusnahkan, tetapi berubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain". Jamil Azzaini mengistilahkan ini sebagai
Energi Positif. Orang yang banyak berbuat baik, berarti dia mempunyai tabungan
Energi Positif, sedangkan orang yang melakukan hal-hal negatif, dia sedang
menabung energi positif. Suatu saat, tabungan energi baik atau energi positif
ini akan kembali pada si empunya.
Di lingkungan kita, terkadang ada
ucapan-ucapan negatif yang sebenarnya mungkin tidak bermksud demikian. Mungkin
dimaksudkan karena mereka menghawatirkan kita, bisa jadi.
Kata-kata itu semacam ini :
“Kamu terlampau giat bekerja, padahal
gaji dan jabatanmu begitu-begitu saja. Lebih baik, nikmati kerja dengan bersantai sepertiku..”
“Buat apa kamu kerja keras, toh hasil
akhir yang kamu dapat akhirnya sama..”
“Buat apa kamu menolong orang itu,
padahal kamu tidak mengenalnya..”
Ucapan-ucapan itu, mungkin sering muncul. Saran
saya, abaikan saja. Apa salahnya, jika memberikan yang terbaik dari apa yang
kita bisa, tanpa harus memikirkan apa yang akan kembali pada kita. Yakin saja,
semua sudah ada takarannya masing-masing. Allah maha melihat, mana yang
berusaha dan mana yang berleha-leha.
Tidak bermaksud menggurui,
Salam, J
0 comments:
Posting Komentar
Senang jika anda mau meninggalkan jejak di postingan ini..:)