Kamis, 10 Oktober 2013

Catatan Hati Seorang Warga Negara

Kamu tau apa tagline atau jargon yang dipake sama polisi? Tulisan "Kami siap melayani anda" dimana tulisan ini biasanya dipajang di spanduk ukuran gede, yang setiap orang yang lewat depan kantornya bisa liat. 

Saya sering mendengar tentang citra negatif penegak hukum di negara ini, apalagi mereka yang bertugas di bagian lalu lintas. Padahal, bisa jadi ada dari mereka yang masih berintegritas. Cap negatif itu, tidak saya percaya, sebelum saya mengalaminya sendiri.

Awalnya, saya berpositif thinking, sebagai warga negara yang baik, yang taat hukum dan sangat sadar hukum. Buat gue, jargon "kami siap melayani anda" ibarat cewek yang pake dandanan menor (all out) tapi matanya masih ada belek, atau mulutnya mengeluarkan bau tidak sedap. Citra apapun yang ingin ditampilkan pada publik, kalau pada aksinya ga ada realisasi, orang pasti punya penilaian sendiri akan kebenaran mana yang benar-benar Benar. 

Tulisan ini tidak bermaksud memprovokasi pembaca, tapi i will tell you my experience. Pada mulanya, saya adalah warga negara yang punya asumsi, bahwa mereka memang melayani masyarakat, tapi...

Dua minggu kebelakang, saya menjadi korban penipuan di dunia maya. Saya termasuk orang yang hobi window shopping di internet, melihat-lihat sambil membandingkan harga satu barang dengan yang lainnya. Track record pengalaman saya bertransaksi dg orang yang tidak saya kenal, baik-baik saja. Andaikan, angka penipuan di internet itu 1: 10, gue lah angka satu itu. Bisa jadi karena gue sedang kalap gara-gara harga barang yang sangat miring, tanpa pikir panjang gue bertransaksi dengan orang yang mengaku domisili di Lampung. Setelah transfer dana yang disepakati, orang tersebut berjanji bahwa barang akan sampai pada hari Senin. Dan at the day, ada orang yang menelpon mengaku dirinya dari TIKI, dan meminta gue mengirim sekian besar dana sebagai biaya jaminan (semacam biaya bea cukai) yang harus ditanggung oleh pembeli. Kalau uang tersebut tidak diberikan, maka barang saya akan hangus. Padahal, di awal ga ada kesepakatan tersebut diawal, dan yang bikin curiga adalah, orang tersebut menelpon dengan nomor handphone, bukan kantor. Dan saat diminta nomor resi pengiriman, orang yang bertransaksi dg sayapun tidak juga memberikan.. Anggaplah, tragedi ini sebagai cobaan buat saya, semoga bisa menghapus semua dosa saya (Amiinn..)

Setelah kroscek bahwa itu benar-benar penipuan, saya di hari Selasa, pergi ke kantor polisi. Saya datang ke bagian Layanan Masyarakat, dimana kantor polisi ini menurut saya terbesar di Jakarta Selatan. Penyambutannya ramah, dan ada beberapa penyidik yang menyimak laporan saya. Setelah kronologis cerita dicatat, surat laporan kepolisian pun jadi (dalam hitungan jam, dan gratis!). Sampai sini, persepsi saya masih positif. Menurut penuturan mereka, kasus saya akan mereka kaji, dan akan ditindaklanjuti satu atau dua minggu kemudian.

Tapi apa yang terjadi? 2 minggu kemudian, sama sekali tidak ada kabar tentang perkembangan kasusnya. Di handphone saya belum juga muncul panggilan dari kepolisian, yang akan menindak lanjuti kasus ini. Galaunya, sama kayak nunggu telpon dari pacar. *ups, lupa kalau gue ga punya pacar. 

Jadi, bagaimana saya bisa mendapatkan optimisme tentang kepastian hukum di negara ini? 

Kalau masalah yang dialami warga negaranya, hanya mereka dengarkan, keluhan saya hanya ditampung, tanpa ditindaklanjuti. Atau mungkin, karena nilai kerugian saya tidak terlalu besar di mata mereka? Atau menunggu kasus ini menumpuk baru akan mereka tindak lanjuti? Pertanyaan simpelnya, Terus kepolisian bagian cyber crime itu gaweannya apa dong? 

Satu minggu kemudian, dari TV gue denger bahwa ketua Mahkamah Konstitusi negara ini terkena kasus korupsi.

Luarrr Biasaaaa.....

Bukankah ini sudah benar-benar absurd? Ketika Hakim sudah menghakimi hakim, ketika polisi sudah menindak polisi. Lalu, bagaimana saya bisa percaya dengan penyelenggara negara? 


0 comments:

Posting Komentar

Senang jika anda mau meninggalkan jejak di postingan ini..:)

Copyright © 2014 Jurnal Asri