Sabtu, 05 Mei 2012

Dua Jam Bersama Ifa Avianti


Oleh : Asri Nuraeni*


Ifa Avianty, sosok yang tidak lagi muda tetapi tetap penuh semangat. Setelah sempat berkeliling mengitari pelosok-pelosok Museum Mandiri, Mba Ifa akhirnya menemukan TKP pelatihan FLP. Aksen Sundanya yang khas, membuat saya merasa dekat dengan beliau, padahal baru pertama kali saya bertemu dengannya. Kesan keibuan dan ketegasan langsung saya dapat, ketika Mba Ifa mengawali materinya.

Beberapa tips menulis novel yang disampaikan oleh beliau adalah pertama, harus jeli melihat ide. “Jangan pernah mengubur ide anda!” itu pesannya. Mba Ifa menceritakan kebiasannya yang suka menuliskan ide-ide yang seringkali muncul, di notes handphonenya. Suatu saat ide tersebut akan bermanfaat untuk memperkaya hasil karya sastranya. Bahkan, pernah ada novelnya yang baru rampung 5 tahun, karena beliau menuliskan bagia-bagian ceritanya di handphone.

Tips keduanya, yaitu asosiasikan ide anda! Novel tidaklah seperti cerpen yang hanya terdiri dari satu konflik dan tentunya harus terdiri dari multi konflik, sehingga nantinya mengalami klimaks, dan proses penyelesaian konflik bisa dilakukan satu persatu atau selesai secara bersamaan. Multi konflik itu, misalnya tema pencarian Tuhan, persaingan antara saudara kandung, cinta berbeda agama, dan finally diracik dalam sebuah novel.

Ketiga, perlunya ketelitian. Adanya data yang valid, tentunya berdasarkan riset (walaupun sederhana), serta kesesuaian dengan logika. Mba Ifa, mengingatkan kita tentang pentingnya fokus dalam menulis novel, karena penulis novel adalah pekerja seni dan penyeru kebaikan. Kita jangan terbuai dengan euforia kebahagiaan karena telah berhasil menerbitkan satu buah novel, kemudian sibuk dengan pencitraan di sosial media. Tetap fokus dan sibukkan diri dengan mempersiapkan diri untuk menghasilkan karya selanjutnya.

Keempat, berusaha menghidupkan novel kita. Berarti, tokoh/karakter yang ada dalam novel itu tidak harus menjadi manusia yang sangat-sangat ideal, justru ketika dia mempunyai kekurangan ini akan lebih memanusiakan tokoh-tokoh dalam novel itu. Lebih bagus lagi jika kita merincinya dalam sebuah pohon karakter.

Bertemu dengan Mba Ifa, pada akhirnya semakin mendorong saya untuk segera menyelesaikan project novel saya. Sebuah novel yang mengandung konflik keluarga, trauma masa lalu, perjodohan, dan cinta. Sebuah karya sastra yang baik tentunya tidak selesai secepat kilat, tetapi perlu proses kreatif yang memang memakan waktu. Dan pada akhirnya, si penulis harus tetap bertanggungjawab bukan hanya dalam menyelesaikan karyanya, tetapi juga ketika karya itu telah sampai di tangan pembaca dan tentunya bertanggungjawab pada Tuhannya.

* Mahasiswa Universitas Paramadina, Jakarta.

4 komentar:

  1. ragu saya buatnya, takut-takut, tapi ingin,
    *galau

    BalasHapus
  2. Yaelah... kalo gituh biar saya yang buatkan... hoahahaha.. #TawaGayaIronMan

    BalasHapus

Senang jika anda mau meninggalkan jejak di postingan ini..:)

Copyright © 2014 Jurnal Asri