Rabu, 11 April 2012

Menyoal Perempuan


oleh : Asri Nuraeni

                                                 sumber foto : http://www.fotografer.net

Istilah ‘tiga UR’ mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kita. Istilah ini seringkali dijadikan label bagi perempuan, dimana perempuan hanya berkutat dalam ‘tiga UR’ yaitu “Sumur, Dapur, Kasur.” Di masyarakat kita, labeling ini mulai ditinggalkan. Semenjak begitu banyak perempuan yang mulai aktif di ranah publik, dan mendapatkan akses pendidikan.

Jika kita menengok kembali sejarah, ada sosok Kartini yang menyusun gugatan terhadap struktur kendali terhadap perempuan yang dibangun kaum bangsawan dengan dukungan penguasa kolonial. Lebih jauh lagi, kesadarannya akan kewajiban kaum bangsawan untuk berlaku luhur dan berbuat  kebajikan bagi rakyat melahirkan pemikiran-pemikiran tentang kebangsaan yang paling awal. Ia melihat bagaimana negara kolonial melanggengkan dan mengambil keuntungan dari feodalisme bukan saja dengan menindas perempuan, tetapi juga rakyat Jawa. [1]

Ya, walaupun  pada akhirnya Kartini tidak berhasil mendobrak tembok yang mengungkungnya, dan menyerah pada adat istiadat yang sangat ia benci, gagasannya tetap menginspirasi kita dan menyadarkan kita bahwa antara laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang sama atas kehidupan, hak pendidikan, hak diperlakukan dengan baik, dsb.  

Disadari ataupun tidak, di setiap zaman pasti selalu ditemukan hegemoni satu pihak terhadap pihak yang lain. Jika Karl Marx pada eranya menyebutkan bahwa adanya hegemoni yang dilakukan oleh para pemilik modal terhadap buruh (kaum proletar) dimana kaum pemilik modal ini bisa menentukan produk mental yang diharapkan. Sekarang, hegemoni itu menjelma menjadi hegemoni terhadap kaum perempuan melalui media-media yang ada. Misalnya melalui film, novel, dan iklan.

Banyak film yang menggambarkan perempuan hanya sebagai objek seks dan menjadi alat reproduksi, atau perempuan digambarkan sebagai manusia kedua setelah laki-laki yang hanya diperhitungkan kemasan luarnya, daripada isi otaknya. Begitu juga dengan novel. Perempuan digambarkan sebagai makhluk lemah dan emosional, yang tidak menggunakan logikanya.

Sedangkan iklan selalu menampilkan ‘mitos kecantikan’ perempuan. Mitos kecantikan itu menggambarkan bahwa perempuan yang cantik adalah perempuan yang langsing, mempunyai lekuk tubuh seperti biola, putih, serta berambut lurus. Iklan ini diputar secara berulang-ulang, dan pada akhirnya merasuk ke dalam alam bawah sadar kita. Dan disadari atau tidak, kecantikan perempuan yang tertanam dalam benak kita adalah yang demikian. Padahal, tentunya tidak semua perempuan dikaruniai kulit putih dan tubuh langsing. Di balik pembentukkan wacana melalui media seperti itu, selalu ada motif ekonomi yang melatar belakanginya.

Islam dan Perempuan
Sebelum Islam hadir, perempuan diperlakukan sangat tidak manusiawi. Dia diperjual belikan, menjadi alat reproduksi, dan tidak diindahkan hak-haknya. Ini tidak lepas dari budaya patriarki yang mengungkung masyarakat. Budaya patriarki, yaitu suatu sistem politik yang dikuasai oleh laki-laki dimana perempuan memiliki status sosial dan politik lebih rendah, termasuk hak asasi manusia. Kemudian Islam hadir, menghapus perbudakan dan memuliakannya.

Dalam Al-Quran, banyak ayat-ayat yang membahas penciptaan laki-laki dan perempuan, yaitu QS Al-Hujurat ayat 13.

Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha teliti.”[2] (QS Al-Hujurat : 13).

Pengertian yang kita peroleh dari ayat ini ialah segala bangsa yang tersebar di seluruh dunia adalah satu keturunan yaitu Adam dan Hawa. Perbedaan warna kulit, bahasa, jenis kelamin, dan tempat berpijak bukanlah halangan untuk saling kenal-mengenal menuju persaudaraan.

Dan diantara tanda-tanda (kebesaran) Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir. (Ar-Rum ayat 21).

QS. Al-Isra ayat 70 juga mengatakan bahwa Allah telah menciptakan laki-laki dan perempuan dalam bentuk yang terbaik dengan kedudukan yang paling terhormat. Manusia juga diciptakan memiliki akal, dan perasaan. Oleh karenanya, Al-Quran sama sekali tidak pernah mengenal pembedaan laki-laki dan perempuan. Kedua makhluk ciptaan Allah tersebut mempunyai kedudukan dan derajat yang sama.[3]

 “Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.” (QS Al-Isra : 70).

Sehingga, yang membedakan antara laki-laki dan perempuan di hadapan Allah SWT adalah takwanya. Cerminan Islam yang memuliakan perempuan juga dicontohkan dengan sikap Rasulullah SAW yang sangat menghargai perempuan. Juga tercermin dalam bagaimana Islam mengatur perlakuan terhadap anak perempuan, memperlakukan istri, dan menghormati Ibu.

Menyoal perempuan, jika Islam begitu memuliakan perempuan, maka sebagai perempuan sendiri kita harus menyadari kapan kita dieksploitasi oleh media dengan ‘mitos cantiknya’. Yang perlu kita pertahankan adalah tetap mensyukuri apa yang telah dikaruniakan pada kita, dan tetap mengembangkan semua potensi diri kita dengan memanfaatkan peluang yang ada.
.


[1] Lihat I Gusti Agung Ayu Ratih dalam Jurnal Perempuan No 61 Tahun 2008. hlm. 125
[2] Al-Quranul Karim


0 comments:

Posting Komentar

Senang jika anda mau meninggalkan jejak di postingan ini..:)

Copyright © 2014 Jurnal Asri