Membaca Media
“Iqra bismirabbikalladzii khalaq” (Al-‘Alaq : 1)
Ayat Al-Quran yang pertama kali diturunkan adalah sebuah perintah untuk membaca. Membaca alam skitar, untuk kemudian mengenal Allah SWT. Membaca bukan hanya sebuah kegiatan yang terfokus pada tekstual saja. Sebagai manusia yang dikaruniai akal, kita juga mempunyai kemampuan untuk membaca keadaan secara kontekstual. Apa yang telah dilakukan orang-orang terdahulu dalam mengamati alam dan lingkungan sekitarnya, kemudian muncul menjadi hasil pemikiran dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
Di era yang penuh sesak oleh media informasi ini, kemampuan membaca kita sangat diperlukan. Begitu banyak media yang ada, dengan berbagai informasi yang disampaikannya, yang terkadang bukannya menambah informasi, tetapi malah membuat kita menjadi bingung.
Antara manusia dengan media, ada hubungan yang disebut dengan Love hate journalism relation, hubungan ini menggambarkan bahwa kita seringkali membutuhkan informasi yang diproduksi oleh media, tetapi terkadang media juga membanjiri kita dengan informasi yang tidak penting. Lalu, kenapa love hate journalism ini bisa terjadi? Karena media seringkali mempresentasikan gagasan dan kejadian penting setiap harinya, tetapi seringkali juga menyampaikan fakta secara tidak akurat dengan konteks yang sederhana.
Seringkali, kita berpikir bahwa suatu berita itu merupakan kejadian itu sendiri, tetapi sebenarnya berita merupakan hasil konstruksi jurnalis terhadap suatu kejadian. Bagaimanapun, yang ditampilkan di media bukanlah kejadian itu sendiri. Dalam membingkai sebuah berita, jurnalis juga dipengaruhi oleh beberapa kendala.
Pertama, kendalanya adalah deadline. Terkadang sebuah kejadian atau peristiwa dimulai sebelum deadline, dan masih berlanjut setelah deadline. Sehingga jurnalis tidak mendapatkan informasi secara keseluruhan. Padahal, cerita yang tidak diberitakan mungkin lebih penting dari laporan sebelumnya.
Kedua, adanya pengaruh dari News Framing (Pembingkaian Berita). News Framing merupakan sebuah rangkaian yang dijalankan jurnalis, dimana News Framing ini membantu jurnalis dalam mengkonstruksi sebuah berita. Banyak faktor yang mempengaruhi naik tidaknya suatu topik menjadi sebuah berita.
Seperti faktor komersialisme. Keuntungan yang didapat oleh pemilik media, adalah ketika banyak pengiklan yang mengiklankan produknya, dan banyak atau tidaknya pegiklan bergantung seberapa besar rating acara tersebut, sehingga berdampak pada berita yang tidak boleh terlalu keras dalam memberitakan suatu hal, apalagi pemberitaan negatif yang berkaitan dengan pengiklan di media tersebut. Sebaliknya, media tersebut juga akan sering mempromosikan produk komersial yang diproduksi oleh pemilik media tersebut.
Dalam Newsroom, selalu ada dua perspektif, yaitu professional responsibility dan marketing perspective. Dalam perspektif professional responsibility, jurnalis bertanggung jawab terhadap publik untuk menginformasikan hal terpenting dari kejadian yang terjadi, sehingga masyarakat bisa mengambil keputusan yang lebih baik. Informasi itu seperti informasi kandidat saat kampanye, kondisi ekonomi, implikasi dari kebijakan pemerintah, perubahan di masyarakat, dan isu-isu penting lainnya. Sedangkan marketing perspective, banyak para pembuat berita yang malah memuat hal-hal aneh, yang membuat kita ‘shock’ sehingga secara bisnis ini lebih menguntungkan karena lebih banyak menarik perhatian audiens.
Faktor lain yang mempengaruhi yaitu Ownership (kepemilikan media). Kepemilikan penuh terhadap media sangat rentan terhadap intervensi terhadap isi berita. Apalagi, jika pemilik media tersebut berkecimpung di dunia politik, dikhawatirkan medianya malah digunakan sebagai alat untuk memenuhi kepentingannya.
Nah, untuk menjadi audiens yang cermat dalam menerima informasi, dan membca keadaan di sekitar kita. Alangkah baiknya menggunakan berbagai macam sumber informasi (paling tidak lebih dari satu sumber informasi) yang digunakan sebagai referensi. Dengan demikian, maka akan di dapat ragam informasi, sehingga akan membuat pemahaman yang menyeluruh tentang suatu hal, dan menjadi lebih objektif.
Sumber : James Potter, Media Literacy
Sumber : James Potter, Media Literacy
maaf, gw masih terlalu awam untuk tau apa kekurangan artikel ini. Malah justru mau nanya. Dapat ilmu ini darimana? dosen? atau research?
BalasHapussalam kenal :)
*diella-zee.blogspot.com*
Kebetulan ini resume saya di mata kuliah Media Literasi, sumbernya dari buku Media Literacy (James Potter).
BalasHapusSalam Kenal...:))