Jumat, 09 Maret 2012

Duduk, mendengarkan, melihat, tepuk tangan, sesekali tertawa.




Duduk, mendengarkan, melihat, tepuk tangan, sesekali tertawa.

Ketika menghadiri acara ini untuk yang ketiga kalinya, saya merasakan satu hal. Sesuatu yang dipelajari di kelas kajian media saya. Yaitu komodifikasi penonton. Komodifikasi berarti proses pertukaran nilai guna menjadi nilai tukar. Komodifikasi ini, sebagai bentuk paling nyata bagaimana kapitalis bekerja. (ini pengertian dari catatan kuliah saya, lupa ngutip dari mana).

Kok bisa menyimpulkan Komodifikasi Penonton?

Awalnya, sebuah diskusi atau bahasa lainnya public sphere, merupakan suatu kegiatan yang terbentuk secara alami. Siapa saja yang merasa tertarik dengan diskusi tersebut, bisa turut serta dan mendapatkan kesempatan yang sama untuk menyampaikan pendapatnya. Seharusnya seperti itu.

Namun kenyataan di lapangan bahwa penonton-penonton ini didatangkan, kemudian dipersilahkan melihat jalannya acara, tanpa dilibatkan sedikitpun. Kebanyakan dari penonton-penonton ini adalah mahasiswa yang katanya disebut kaum intelektual. Dan dari awal hingga akhir jalannya acara, memang tidak tersedia space bagi penonton ini untuk berpartisipasi.

Lalu, apa bedanya penonton diskusi macam ini dengan penonton-penonton acara musik yang marak saat ini? Saya kira, ada kesamaan diantara keduanya. Penonton melihat, tepuk tangan, sesekali tertawa, mendengarkan, atau ikut menyanyi.

Forum diskusi  tidak selalu runut dalam menyuguhkan sebuah masalah dari hulu sampai hilir, tak jarang juga sama sekali tidak menghasilkan sebuah solusi konkret. Dan kemudian, tak jarang pula, diskusi-diskusi semacam ini, malah semakin membingungkan penontonnya (entah ada masalah pada cara mengkomunikasikannya, atau entah ilmu saya belum sampai). Dan tidak jarang pula kegiatan diskusi-diskusi macam ini malah tidak mencerdaskan publik.

Lalu, mau dibawa kemana masyarakatnya kalau medianya tidak mencerdaskan publik?

Sebagai masyarakat, kita harus cerdas dalam melihat berita atau informasi yang disampaikan. Belum tentu informasi yang disampaikan itu, benar-benar sesuai dengan faktanya. Satu fakta, bisa ditafsirkan berbeda-beda oleh setiap media. So, gunakan berbagai referensi atau sumber informasi untuk mendapatkan range of view (sejumlah sudut pandang yang beragam), baru kita bisa melihat keterkaitan diantara informasi yang disampaikan oleh berbagai macam media tersebut. 

0 comments:

Posting Komentar

Senang jika anda mau meninggalkan jejak di postingan ini..:)

Copyright © 2014 Jurnal Asri