Short Story


Jeans Belel Kinan

Kinan mengamati celana jeans belelnya, jari-jari tangannya mengusap-usap permukaan jeans itu. Hmm..ia teringat sewaktu membelinya, kinan tidak terlalu suka. Waktu itu kinan sedang ingin membeli jeans baru, namun tidak ada yang ia suka. Ya sudah, kinan beli saja yang ada. namun lama-lama..kinan jatuh cinta juga sama jeans ini. Permukaannya yang agak tebal, tapi tidak terlalu tebal membuatnya nyaman dan melindungi kakinya dari teriknya matahari saat menjalani hari-hari di luar rumah.
Dua tahun yang lalu Kinan lulus dari major teknik sipil. Profesinya kini menuntutnya untuk siap bekerja di dalam dan di luar ruangan. Namun, awal-awal ia banyak menghabiskan hari di luar lapangan. Maka terciptalah image di lingkungan Kinan, bahwa Kinan bukan cewek feminin, memang agak tomboy. Bisa dihitung jari berapa kali dia memakai rok, paling saat ke kondangan teman-teman yang menikah, seringnya juga ke kondangan memakai jeans yang di mix n match dengan kebaya modern. Memang, Kinan itu pecinta jeans sejati.
Kinan mengeluarkan semua koleksi-koleksi celana jeansnya dari lemari besar yang menempel di dinding. Mulai dari celana jeans belel yang di bagian lututnya bolong-bolong, celana jeans cut bray seperti celananya Roma Irama, sampai celana jeans pensil yang lagi in sekarang. Hmm..setumpukan jeans ini membawa ingatannya ke masa silam.
***
Setahun yang lalu, ketika Kinan baru lulus dari kampus biru, ia berniat mencari beasiswa untuk melanjutkan studi engeneeringnya. Berminggu-minggu sampai berbulan-bulan kinan searching beasiswa dg major engeneering, atau setidaknya yang berhubungan dengan teknik sipil ternyata tidak juga kutemukan. Akhirnya, dengan berat hati ia mengambil plan B, yaitu bekerja. Saat awal-awal kerja itulah, ada teman lama Ibunya yang bertandang ke rumah.
Ibu mengenalkan Kinan pada tante Mirna, teman lamanya sewaktu SMP. Tante Mirna  seperti tante-tante yang ada di tv, yang hobinya ngerumpi dan arisan sama tetangganya. Dan itu memang kenyataan, mama dan tante Mirna menghabiskan waktu berjam-jam untuk berbincang-bincang di ruang tamu. Saat itu aku maklum, mungkin karena mereka teman dekat yang sudah lama tidak bertemu.
Percakapan dimulai dengan bertanya kabar, dimana mereka tinggal, sudah mempunyai anak berapa, sekolah dimana, tingkat berapa, sudah kerja apa belum, dan ujung-ujungnya adalah sudah punya pacar atau ngga anaknya. Berawal dari pertemuan dengan tante Mira lah, Mama dan tante Mira berniat menjodohkan Kinan dengan anaknya, Radit. Tante Mira mulai mengekspansi dan melakukan agresinya. Setiap akhir pekan, dia selalu bertandang ke rumah dengan berbagai alasan. Padahal Kinan tahu, motif utamanya adalah perjodohannya dengan Radit.
Suatu hari Mama datang ke kamar Kinan dan bertanya dari hati ke hati, apakah ia bersedia jika dijodohkan dengan Radit. Kinan tak memberi kepastian, tidak mengatakan ya atau pun tidak. Namun kediaman ku itu dianggap mama sebagai pertanda setuju.
Suatu hari tante Mirna, suaminya (yang belakangan diketahui namanya om Amrin), dan tentunya subjek utama, Radit.
Jangan membayangkan Radit sebagai sosok charming seperti Ello, (setidaknya itu versi ganteng menurut Kinan), gagah, dan menaiki kuda putih seperti di dongeng-dongeng. (emang udah ga jaman pake kuda putih kalii..).
Radit berpostur tinggi, tidak gemuk, tidak juga kurus. Tidak hitam, tidak juga putih, ya..sawo matang lah..sudah bekerja di sebuah perusahaan keramik, bukannya menjadi pegawai, tepatnya ia mempekerjakan beberapa orang di perusahaan desain produk Industri yang ia kelola. Dari CVnya, (cerita tante Mirna yang panjang lebar) ia sempat menempuh 3 tahun di Pondok Madani.
Kambing!! Dalam hati Kinan berteriak. Ia cemas terdiam. Ia bingung. Ia terjebak. Ia sulit untuk menolak lamaran Radit. Tak ada alasan untuk menolak Radit, karena personalitynya memang baik.  
Tapi, bayang-bayang Rangga terlalu kuat untuk dihapuskan. Kambing!!
***
suatu sore yang cerah, radit berkunjung ke rumah. Kagetnya, Kinan hanya sendiri (tanpa rombongan tante Mirna,om Amrin, dan adik-adiknya). Kinan kikuk sendiri, di rumah tak ada satu orang pun tertinggal. Mama papa sedang pergi ke kondangan, adiknya  Adam, memang sedang mondok di Kudus, dan Bi Maritha raib entah kemana. Dengan tangan gemetar Kinan membuka pintu, ada radit di sana. Akhirnya mereka duduk di kursi rotan di teras rumah, ditemani teh manis hangat yang dibuat Kinan. Sumpah, Kinan kikuk!! Ia memilin-milin ujung jilbabnya.
Kinan, aku mau tanya. Kamu setuju dengan perjodohan ini? tanya Radit
Untuk beberapa detik, pertanyaan Radit menggantung di udara.
E..em..angnya kenapa dit? Gugup, tak terkendali.
Ngga, kalau kamu ga setuju dengan perjodohan ini, ga usah dilanjut kinan..Radit berkata seperti ini bukan karena marah atau apa, tetapi jauh dalam hati Radit, ia hanya ingin menikah dengan orang yang memang ingin dinikahi olehnya.
Pernyataan Radit sore itu berhasil membuat malam-malam Kinan menjadi hari-hari mencekam, Kinan tak bisa tidur sama sekali. Setelah 10 malam Kinan lalui, entah dengan keyakinan atau dengan keterjepitan yang ia rasakan, ia mengatakan ya untuk melanjutkan hubungannya dengan Radit ke jenjang pelaminan.
***
Bayang-Bayang Rangga masih ada.
Nyanyian alam, semilir angin pegunungan yang membawa hawa dingin,
Petikan gitar, tawa canda, nyanyi riang,
Api unggun,
Hal-hal yang mengingatkan Rangga masih menggelayuti benak Kinan, bahkan saat beberapa detik lagi ia akan dinikahi Radit. Kinan menangis tertahan. Menangis karena sakitnya ditinggal mati Rangga, dan menangis karena sakitnya ia telah menyakiti Radit.
Mitsaqan Galidza itu telah berlangsung, semua orang yang ada disana mendoakan pernikahan mereka supaya menjadi pernikahan yang barakah, dan menjadi keluarga sakinah, mawaddah, warahmah. Semua orang terlihat bahagia, terkecuali Kinan.
***
Satu bulan pernikahan. Kinan tetap dingin, dan Radit berusaha mengerti sikap Kinan.
Tiga bulan pernikahan. Kinan tidak juga berubah. Layaknya mayat hidup yang terpaksa menjalani rutinitasnya. Tiap pagi radit tetap mengantarnya ke kantor, dan menjemputnya di sore hari.
Empat bulan pernikahan. Jangan menyangka Radit patah arang. Kesabaran Radit lebih luas dibandingkan dengan rasa sedih yang dialami Kinan. Terkadang di suatu sore, Radit mengajak Kinan untuk sekedar main ke pabrik keramik yang dikelolanya. Radit ingin mengajaknya bermain-main tanah liat, namun Kinan selalu menolaknya.
Lima bulan pernikahan. Suatu malam saat Radit memberitahu Kinan kalau dia tidak pulang ke rumah dan akan lembur, Kinan mengambil gitar klasiknya, ia menyanyikan sebuah lagu sendu menyayat hati. Tak disangka, Radit kembali ke rumah untuk mengambil barang yang tertinggal. Mendengar suara merdu dengan nada sendu, Radit mendekat ke sumber suara. Suara itu milik Kinan. Lagu itu tak pernah selesai sampai bait terakhir, Kinan tersedu sedan menangis. Radit mendekat, memeluk Kinan yang tersakiti.
***
Pagi hari,
Setelah malam harinya ia menangis dan kepergok Radit, entah kenapa saat membuka mata di pagi hari ia mencari sosok yang selalu tidur disampingnya. Selama lima bulan terakhir, ia tak pernah menyentuhnya, atau mungkin Kinan yang selalu menghindar?
Tak tentu arah, Kinan malah membuka lemari besar yang menempel di dinding kamarnya. Ia melihat-lihat koleksi celana favoritnya, celana jeans. Ia baru sadar, dan baru bersyukur. Selama ini Radit tak pernah protes tentang cara berpakaiannya, cara berpakaian Kinan yang saaangat kasual. Malah celana jeans belel yang sering ia pakai. Ia baru sadar, selama ini tidak pernah berpenampilan menarik di depan Radit, suaminya.
Matanya tertuju pada sebuah celana jeans, yang sangat ia sukai. Ia baru ingat kalau pada saat membeli jeans itu, ia tidak begitu suka, namun lama-lama suka juga. Deg,, Kinan baru sadar, apakah ia mulai jatuh cinta? Jatuh cinta pada suaminya?
Entah bersyukur atau mengeluh, kenapa cinta itu baru datang. Saat Radit membuka pintu kamar dan melihat Kinan duduk di lantai dipenuhi koleksi celana jeansnya. Tak disangka, Kinan bangkit, berlari dan memeluk Radit, suaminya. Walaupun kaget, kenapa tiba-tiba Kinan memeluknya, ia tersenyum bahagia.
Kinan menangis, meminta maaf selama ini bersikap dingin terhadapnya.
“kamu tuh baik banget ya, aku bersikap dingin juga kamu tetap sabar, bahkan kamu tetap menerima aku apa adaya, just the way i am..” thanks my dear..kata-kata itu terucap begitu saja dari mulut Kinan.
Radit tersenyum, dengan senyuman terindah sepanjang sejarah hidupnya.
Malam harinya, Kinan ketika hendak mengambil minum di Kulkas, ia melihat sebuah notes di pintu kulkas.

My Dear,
Malam ini ada konser lingkungan Slank di taman Suropati
Jangan lupa siap-siap ya..
Dress code: jeans belel..=)
Radit

0 comments:

Posting Komentar

Senang jika anda mau meninggalkan jejak di postingan ini..:)

Copyright © 2014 Jurnal Asri